ANAMBASTODAY - Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan penolakan terhadap permohonan uji materi yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diatur dalam Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Ketua MK, Anwar Usman, menyatakan bahwa MK menolak permohonan PSI untuk seluruhnya. Menurut Anwar, MK berkesimpulan bahwa permohonan PSI tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
MK berpendapat bahwa Pasal 169 huruf (q) UU Pemilu tidak melanggar hak-hak dasar yang terkait dengan kesetaraan dan keadilan dalam hukum dan pemerintahan. Pasal tersebut tidak bertentangan dengan hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil. Juga, tidak ada pelanggaran terhadap hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum, serta hak untuk mendapatkan peluang yang sama dalam pemerintahan.
Saldi Isra, seorang hakim konstitusi, menjelaskan bahwa berdasarkan pertimbangan MK, permohonan PSI tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan tidak beralasan menurut hukum.
Meskipun MK telah menolak permohonan PSI, penting untuk dicatat bahwa terdapat juga pendapat berbeda (dissenting opinion) atas putusan ini. Dua hakim konstitusi, yaitu Suhartoyo dan M. Guntur Hamzah, memiliki pandangan yang berbeda terkait dengan keputusan MK.
Baca Juga: DPR RI Mendorong Aksi Tegas PBB terhadap Israel dalam Konflik Palestina
PSI telah mengajukan permohonan untuk mengubah batas usia calon presiden dan calon wakil presiden menjadi 35 tahun, sesuai dengan aturan yang berlaku pada UU Pemilihan Umum sebelumnya, yaitu Pasal 5 huruf (o) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 dan Pasal 6 huruf (q) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Meskipun permohonan PSI telah ditolak, putusan ini memunculkan berbagai pandangan dan diskusi mengenai regulasi batas usia capres-cawapres di Indonesia.***