Memahami Fatwa MUI Salam Lintas Agama dan Bagaimana Pandangan Ulama Mazhab Syafi'i

- 4 Juni 2024, 11:00 WIB
Memahami Fatwa MUI Salam Lintas Agama dan Bagaimana Pandangan Ulama Mazhab Syafi'i
Memahami Fatwa MUI Salam Lintas Agama dan Bagaimana Pandangan Ulama Mazhab Syafi'i /-f/istimewa/Gambar Dibuat Menggunakan AI/

“Polemik yang muncul disebabkan fatwa tersebut dibaca dan ditempatkan pada forum eksternum atau ruang publik,” tegas Tholabi.

Dia mengatakan ada kalanya kaidah agama dapat diakomodasi melalui kaidah hukum, tapi ada kalanya juga kaidah agama tidak dapat diakomodasi melalui kaidah hukum. Fatwa MUI ini masuk kategori kaidah agama yang tak dapat diakomodasi dalam kaidah hukum (positif).

“Di sini pentingnya pemilahan forum internum dan eksternum. Negara menjamin setiap umat beragama dalam mengekspresikan agama dan keyakinannya. Itu konteksnya forum internum. Dalam forum eksternum, negara berkewajiban membangun harmoni antarumat beragama,” kata Tholabi.

Tholabi mengingatkan tentang relativitas fatwa. Dia menyebutkan sebagai produk pemikiran hukum Islam, fatwa tentu tidak bersifat mengikat dan absolut. Kecuali bagi mustafti atau pemohon fatwa.

"Akan selalu ada tafsir-tafsir berbeda berdasarkan pemahaman atas teks-teks suci. Publik harus bijak dan bajik. Tidak saling klaim kebenaran mutlak atau menghujat suatu pendapat hukum tertentu," pinta Tholabi.

Dia menyebutkan, salam lintas agama tentu harus ditempatkan pada porsi yang tepat. Hal ini berkaitan dengan pelaksanaan fatwa yang dikeluarkan MUI. Menurut dia, tak mungkin dan tidak lazim salam lintas agama dilakukan dalam forum internum umat Islam, seperti dalam Khotbah Jumat atau pengajian keagamaan yang hanya dihadiri oleh internal umat Islam. Namun, kata Tholabi, menjadi hal lazim salam lintas umat beragama dilakukan di forum publik.

“Apalagi dalam forum yang diselenggarakan oleh lembaga publik pemerintahan atau forum-forum resmi lintas agama lainnya. Itu konteksnya forum eksternum, publik. Ini menjadi bagian dari ikhtiar membangun harmoni antarumat beragama,” tandas Tholabi.

Sementara itu, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim pada 2019 lalu telah merumuskan sikap yang diperoleh dari hasil bahtsul masail.

"Dalam kondisi demikian PWNU Jawa Timur terpanggil hadir untuk mengkajinya secara ilmiah dalam perspektif fiqih Islam," kata KH Syafrudin Syarif, Selasa, 12 November 2019 lalu.

Kepada sejumlah insan media, kiai yang juga Katib PWNU Jatim ini mengemukakan bahwa penyampaian salam lintas agama sejatinya telah dilakukan sejak zaman nabi terdahulu. Karena itu, berdasarkan hasil bahtsul masail yang membahas masalah ini, maka pengucapan salam dengan menyebutkan seluruh agama tidak dilarang.

Halaman:

Editor: Jamaludin Anambas Today


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah